Pasal Penipuan Arisan Bodong

Pasal Penipuan Arisan Bodong

Bentuk Penipuan Online

Dalam kasus penipuan online, kerugian tidak hanya dirasakan konsumen saja, melainkan juga pelaku usaha. Berikut adalah beberapa bentuk penipuan online dalam bidang jual beli yang lazim terjadi:

Pasal 378 KUHP – Penipuan Umum

Pasal 378 KUHP adalah pasal utama yang mengatur tentang tindak pidana penipuan dalam hukum pidana Indonesia. Pasal ini mengatur mengenai tindakan yang dilakukan dengan cara menipu seseorang untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah. Isi Pasal 378 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, atau dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, atau memberikan hutang, yang dapat mendatangkan kerugian, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Penjelasan: Pasal ini mengatur tentang penipuan dengan menggunakan modus operandi seperti menyamar menggunakan identitas palsu, memberikan informasi yang salah, atau melakukan tindakan yang membujuk korban untuk menyerahkan harta benda atau memberikan pinjaman. Hukuman bagi pelaku penipuan ini adalah penjara maksimal 4 tahun.

Contoh Kasus Penipuan dan Penggelapan

Selanjutnya, kami akan berikan contoh kasus penipuan dan penggelapan. Misalnya, si A hendak menjual mobil miliknya. B lalu menawarkan kepada A bahwa ia bisa menjualkan mobil A ke pihak ketiga. Setelahnya, A menyetujui tawaran B, dan ternyata mobil tersebut kemudian hilang.

Dalam kasus ini, dapat merupakan penipuan dan penggelapan. Termasuk penipuan, jika sejak awal B tidak berniat untuk menjualkan mobil A, melainkan hendak membawa kabur mobil tersebut. Termasuk penggelapan, jika pada awalnya B berniat untuk menjualkan mobil A ke pihak ketiga, namun di tengah perjalanan B berubah niat dan membawa kabur mobil A.

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

[2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

[3] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[4] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[5] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[6] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[7] Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023

[9] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023

[10] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

[11] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

[12] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023

Arisan online bodong merupakan salah satu bentuk kasus penipuan. Meskipun, hal ini sudah sering terjadi dan sudah diberi peringatan untuk berhati-hati, sayangnya masih banyak masyarakat yang terjebak dalam kasus arisan online bodong satu ini.

Dalam era digital yang semakin berkembang, keberadaan arisan online telah menjadi alternatif menarik bagi banyak orang. Sistem arisan yang berbasis online membuat transaksi pembayaran bisa disetorkan tanpa harus bertatap muka seperti arisan pada umumnya.

Tahukah Anda, dalam hukum, kasus yang terjadi dalam arisan online fiktif dapat dijerat dengan hukum pidana dan perdata?

Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana penipuan arisan online mengacu pada KUHP dan UU No.11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah menjadi UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

KUHP mengatur mengenai kejahatan penipuan dari Pasal 378 sampai Pasal 394. Pasal 378 berbunyi barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Baca Juga: Ancaman Hukuman Penipuan dan Penggelapan, Awas Hati-Hati!

Sedangkan UU ITE mengatur tindak pidana kejahatan khusus melalui media elektronik, salah satunya adalah arisan online. Dalam UU ITE, pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku arisan online fiktif diatur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 52.

Subjek hukum dalam UU ITE adalah perorangan dan korporasi, lebih lanjut dalam Pasal 52 ayat 4 berbunyi dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

Selain akan terjerat tindak pidana penipuan dan UU ITE, pemilik arisan online fiktif juga berpotensi akan ditindak atas dasar tindak pidana penggelapan yang tertuang dalam Pasal 372 KUHPidana.

Pasal 372 KUHPidana berbunyi barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Temukan solusi hukum Anda pada Mitra Hukum TNOS melalui Video Call. Tim pengacara TNOS akan membantu Anda semaksimal mungkin melalui video call. Download segera aplikasi TNOS, untuk para pengguna IOS, bisa download di App Store! Untuk Android, Anda bisa download melalui Playstore, ya! Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi VIA WA ke nomor 0811-9595-493 .

Pasangan suami istri MAW (23) dan HTP (24) menipu 150 orang di Sumedang dengan modus slot arisan dengan keuntungan berlipat. Meraka pun meraup Rp21 miliar sebelum dibekuk aparat.

Kepala Bidang Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo mengatakan para pelaku mulanya menawarkan kepada para korban adanya lelang arisan dengan minimal pembelian satu slot arisan Rp1 juta.

Per slot, korban dijanjikan menerima keuntungan Rp1,35 juta. Apabila korban dapat mengajak anggota ain, pelaku menjanjikan akan mendapat uang senilai Rp250 ribu yang dipotong langsung oleh anggota dari slot yang dibeli.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para korban kemudian melakukan pembayaran ke rekening milik HTP serta rekening lainnya. Setelah beberapa waktu, para pelaku tak kunjung membayarkan uang arisan tersebut kepada para korban meski sudah jatuh tempo.

"Arisan yang dilelang tersebut adalah fiktif, tujuan pelaku hanya untuk menarik uang guna menutupi kewajiban pembayaran arisan yang sudah jatuh tempo," kata Ibrahim Tompo, di Gedung Ditreskrimum Polda Jabar, Selasa (1/3/).

Aksi MAW yang dibantu suaminya itu sudah berlangsung selama empat tahun. "Kemungkinan jumlah korban bakal bertambah. Kita baru melakukan pemeriksaan terhadap 8 orang korbannya," kata dia.

Kepala Subdirektorat IV Ditreskrimum Polda Jabar AKBP Adanan Mangopang mencatat ada satu korban yang mengalami kerugian hingga Rp500 juta.

"Dia tidak menarik keuntungannya tapi kemudian ditanamkan lagi. Banyak juga yang begitu," timpal Ibrahim.

Polisi pun menyita barang bukti berupa ponsel milik pelaku, bukti transfer uang dari arisan tersebut, dan barang bukti lainnya.

"Kami pendalaman ahli pidana, perdata dan ITE, dan selanjutnya nanti kami akan lakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata Adanan.

Pihaknya juga mengimbau bagi masyarakat yang menjadi korban untuk melapor ke Polda Jabar.

"Kita membuka hotline pengaduan bagi korban-korban yang lain yang terkait dengan penipuan ini agar bisa menghubungi Subdit IV Ditreskrimum Polda Jawa Barat nomor telepon 081320090955," ucap Ibrahim.

Atas perbuatannya, kedua pelaku dikenakan Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KUHP, Pasal 28 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman kurungan di atas lima tahun.

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran keempat artikel dengan judul Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan dalam Jual Beli Online yang dibuat oleh Adi Condro Bawono, S.H., M.H., yang dipublikasikan pertama kali pada Senin, 16 Januari 2012, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Sovia Hasanah, S.H., pada Selasa, 9 Oktober 2018, kedua kalinya pada Kamis, 22 Juli 2021, dan ketiga kalinya oleh Erizka Permatasari, S.H. pada Rabu, 6 Juli 2022.

Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Pasal 264 KUHP – Pemalsuan Dokumen untuk Penipuan

Pasal 264 KUHP mengatur tentang pemalsuan dokumen yang digunakan dalam rangka penipuan atau untuk memperoleh keuntungan secara ilegal. Isi Pasal 264 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan sengaja memalsukan dokumen atau surat, yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti atau alat transaksi yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”

Penjelasan: Pasal ini berfokus pada pemalsuan dokumen yang digunakan untuk tujuan penipuan. Pemalsuan dokumen dapat mencakup surat perjanjian, akta otentik, atau dokumen resmi lainnya yang digunakan untuk memperoleh keuntungan secara melawan hukum.

Pasal 379 KUHP – Penipuan dengan Surat Palsu

Pasal 379 KUHP mengatur penipuan yang dilakukan dengan menggunakan surat atau dokumen palsu, baik itu untuk mendapatkan uang atau barang dari orang lain. Isi Pasal 379 KUHP:

“Barang siapa dengan memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan tipu muslihat, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu, atau memberikan hutang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Penjelasan: Pasal ini khusus mengatur penipuan yang dilakukan dengan menggunakan dokumen atau surat palsu, yang dapat mencakup segala jenis surat yang digunakan dalam transaksi atau kegiatan bisnis. Jika surat palsu digunakan untuk menipu, pelaku bisa dijatuhi pidana penjara hingga 5 tahun.

Laporan Penipuan Online

Jika Anda tertipu transaksi online, dipaksa melakukan transfer sejumlah uang dengan iming-iming hadiah atau bentuk penipuan lain sebagaimana disebut di atas, Anda dapat melakukan pelaporan penipuan online melalui CekRekening.id by Kominfo, dengan tahapan sebagai berikut:

Penyalahgunaan jasa telekomunikasi berupa panggilan dan/atau pesan yang bersifat mengganggu dan/atau tidak dikehendaki juga dapat diindikasikan sebagai penipuan.

Berdasarkan informasi yang dilansir dari laman Aduan BRTI Kominfo, berikut adalah alur pelaporan penipuan online yang dapat Anda lakukan:

Selain melapor secara online, Anda juga dapat melaporkan penipuan online ke polisi. Selengkapnya dapat Anda baca dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.

Kesimpulannya, pasal penipuan online, pasal tentang penipuan jual beli online maupun pasal penipuan pinjaman online memang tidak diatur secara eksplisit dalam KUHP lama dan RKUHP maupun UU ITE beserta perubahannya. Akan tetapi, menurut hemat kami, pelaku penipuan online dapat dijerat menggunakan Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016.

Baca juga: 5 Modus Penipuan Online dan Cara Melaporkannya ke Polisi

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Pasal 372 KUHP – Penggelapan dalam Jabatan

Meskipun tidak sepenuhnya masuk dalam kategori penipuan, pasal ini mengatur tentang penggelapan yang berkaitan dengan jabatan atau kepercayaan, yang seringkali juga disertai dengan tindakan penipuan. Isi Pasal 372 KUHP:

“Barang siapa yang dengan sengaja menggelapkan barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang dipercayakan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Penjelasan: Pasal ini berkaitan dengan penggelapan yang sering terjadi dalam konteks pekerjaan atau jabatan. Meskipun bukan penipuan dalam arti yang luas, penggelapan ini bisa melibatkan manipulasi atau kebohongan terkait harta yang dikelola.

Pasal 386 KUHP – Penipuan dalam Transaksi Perdagangan

Pasal 386 KUHP mengatur tentang penipuan yang terjadi dalam konteks transaksi perdagangan, seperti penjualan barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau penipuan terkait kualitas barang. Isi Pasal 386 KUHP:

“Barang siapa dalam transaksi perdagangan, dengan sengaja mengelabui pihak lain untuk membeli atau menerima barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Penjelasan: Pasal ini memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan penipuan dalam perdagangan, seperti menjual barang palsu, barang dengan kualitas yang lebih rendah dari yang dijanjikan, atau menggunakan informasi yang menyesatkan.

Pasal tentang Penipuan Online

Pada dasarnya, penipuan online merupakan tindak pidana yang sama dengan penipuan konvensional yang diatur baik dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR (“RKUHP”) yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2025 mendatang.

Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yaitu Rp200 juta, penjual yang menipu pembeli:

Hanya saja, yang menjadi pembedanya adalah media yang digunakan. Menurut Asril Sitompul, penipuan online dalam e-commerce merupakan penipuan yang menggunakan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan sehingga tidak lagi mengandalkan basis perusahaan yang bersifat konvensional dan nyata.

Adapun UU ITE dan perubahannya tidak mengatur eksplisit mengenai penipuan online. Berikut ini bunyi Pasal 28 ayat (1) UU ITE yaitu setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Namun untuk menentukan apakah seseorang melanggar Pasal 28 ayat (1) UU ITE atau tidak, terdapat beberapa pedoman implementasi yang harus diperhatikan sebagai berikut.

Pasal 64 KUHP – Pemberatan Hukuman dalam Penipuan Berulang

Pasal ini memberikan ketentuan tentang pemberatan hukuman bagi pelaku penipuan yang melakukannya berulang kali atau dalam skala yang lebih besar. Isi Pasal 64 KUHP:

“Apabila perbuatan penipuan dilakukan oleh pelaku yang telah berulang kali melakukannya atau dengan cara yang lebih terorganisir, maka pidana yang dijatuhkan dapat lebih berat dari ketentuan yang ada.”

Penjelasan: Pasal ini memberikan kemungkinan pemberatan hukuman bagi pelaku penipuan yang terbukti melakukan tindak pidana penipuan secara berulang atau dalam bentuk yang lebih terstruktur, seperti penipuan dengan modus tertentu yang lebih rumit.

Penelitian ini dilakukan dengan untuk mengidentifikasi dan menganalisis modus operandi yang dilakukan oleh pelaku Tindak Pidana Penipuan dalam Arisan Online lalu untuk mengidentifikasi dan menganalisis upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Kepolisian Daerah Papua Barat agar para peserta yang belum mendaatkan gilaran Uang Arisan Online memperoleh uangnya kembali sesuai dengan nominal masing-masing. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Berdasarkan hal tersebut hasil penelitian menyatakan bahwa penipuan arisan online menggunakan media elektronik dan penipuan konvensional tidak melibatkan media elektronik. Terdapat dua peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan dalam penipuan arisan online. Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 45 A ayat (1) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua peraturan perundang-undangan tersebut memiliki karakteristik masing-masing dalam menjatuhkan pidana, sehingga Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 45 A ayat (1) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah yang paling tepat digunakan dalam kasus tindak pidana penipuan arisan online. Pelaku penipuan arisan online sangat jarang dipidana dalam tindak pidana pencucian uang, termasuk beberapa kasus di wilayah hukum Kepolisian Daerah Papua Barat yang menimbulkan kerugian hingga miliaran rupiah bagi ratusan masyarakat yang menjadi pesertanya. Adapun peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan untuk kasus pencucian uang adalah Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kata Kunci: Penipuan Arisan Online, Tindakan Pidana Arisan Online, Penanganan Penyidik Kepolisian Daerah Papua Barat Dalam Arisan Online.

Download data is not yet available.

Abstract viewed = 0 times pdf downloaded = 0 times

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Arsil dan pertama kali dipublikasikan pada 10 Januari 2011, dan dimutakhirkan pertama kali pada 6 Januari 2023, kemudian dimutakhirkan kedua kali oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 12 Desember 2023.

Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Pada dasarnya, pasal penipuan dan penggelapan diatur dalam pasal-pasal yang berbeda dalam KUHP  lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, serta UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026. Jadi, untuk menjerat pelaku penipuan dan penggelapan pasal berapa dalam KUHP dan UU 1/2023? Berapa tahun ancaman penipuan dan penggelapan? Berikut ini kami jelaskan satu per satu.

Jika muncul pertanyaan tindak pidana penipuan pasal berapa? Berikut bunyi Pasal 378 KUHP dan Pasal 492 UU 1/2023 yang mengatur tentang penipuan:

Dari bunyi pasal penipuan di atas, apa unsur Pasal 378 KUHP?

Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 261), kejahatan pada Pasal 378 KUHP dinamakan penipuan, yang mana penipu itu pekerjaannya:

Selain itu, berdasarkan Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023, perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara yang disebut dalam ketentuan ini, untuk memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku tindak pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.

Barang yang diberikan, tidak harus secara langsung kepada pelaku tindak pidana tetapi dapat juga dilakukan kepada orang lain yang disuruh pelaku untuk menerima penyerahan itu.[3]

Penipuan adalah tindak pidana terhadap harta benda. Tempat tindak pidana adalah tempat pelaku melakukan penipuan, walaupun penyerahan dilakukan di tempat lain. Dengan kata lain, saat dilakukannya tindak pidana adalah saat pelaku melakukan penipuan.[4]

Adapun barang yang diserahkan dapat merupakan milik pelaku sendiri, misalnya barang yang diberikan sebagai jaminan utang bukan untuk kepentingan pelaku. Penghapusan piutang tidak perlu dilakukan melalui cara hapusnya perikatan menurut KUH Perdata.[5]

Contoh penipuan misalnya perbuatan pelaku yang menghentikan untuk sementara pencatat kilometer mobil sewaannya, sehingga pemilik mobil memperhitungkan jumlah uang sewaan yang lebih kecil daripada yang sesungguhnya.[6]

Ketentuan ini menyebut secara limitatif daya upaya pelaku yang menyebabkan penipuan itu dapat dipidana, yaitu berupa nama atau kedudukan palsu, penyalahgunaan agama, tipu muslihat dan rangkaian kata bohong. Antara daya upaya yang digunakan dan perbuatan yang dikehendaki harus ada hubungan kausal, sehingga orang itu percaya dan memberikan apa yang diminta.[7]

Selengkapnya mengenai penjelasan pasal penipuan dapat Anda temukan dalam Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Setelah memahami penerapan pasal penipuan, berikut bunyi Pasal 372 KUHP dan Pasal 486 UU 1/2023 yang mengatur tentang penggelapan:

Lantas, apa saja unsur Pasal 372 KUHP?

Adapun unsur-unsur Pasal 372 KUHP menurut P.A.F Lamintang pada bukunya Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan terhadap Harta Kekayaan adalah sebagai berikut (hal. 105):

Lalu, timbul pertanyaan apa perbedaan pencurian dan penggelapan? Pada dasarnya, dalam tindak pidana penggelapan, barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku tindak pidana. Hal ini berbeda dengan pencurian di mana barang tersebut belum berada di tangan pelaku tindak pidana.[10]

Hal ini pun sama seperti yang dijelaskan R. Soesilo (hal. 258), bahwa dalam pencurian barang yang dimiliki masih belum berada di tangan pencuri dan masih harus diambilnya. Sedangkan pada penggelapan, waktu dimilikinya barang tersebut sudah ada ditangan si penggelap, tidak dengan jalan kejahatan.

Kemudian, saat timbulnya niat untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah ada pada waktu barang tersebut diambil, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana pencurian. Sedangkan pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku.[11]

Unsur tindak pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena tindak pidana, misalnya suatu barang yang berada dalam penguasaan pelaku tindak pidana sebagai jaminan utang piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya.[12]

Penjelasan pasal penggelapan dapat Anda baca selengkapnya di Bunyi Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Unsurnya.