Rapat Di Gedung Bakteriologi

Rapat Di Gedung Bakteriologi

Jakarta (ANTARA) - Komisi B (Bidang Perekonomian) dan Komisi C (Bidang Keuangan) DPRD DKI Jakarta tetap menggelar rapat di luar yakni di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta Pusat, meski gedung wakil rakyat itu sudah buka sejak Senin (31/8).

"Iya (ada rapat komisi di Restoran Pulau Dua). Rapat Komisi B dan C, dua-duanya di situ. Untuk pembahasan Raperda pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD DKI Jakarta, Hadameon Aritonang, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Hadameon menyebut pemilihan restoran sebagai tempat rapat komisi dilakukan untuk menghindari penumpukan orang di gedung DPRD DKI Jakarta.

Namun, saat ditanya lebih jauh, pihaknya tidak menjadwalkan rapat di gedung DPRD DKI Jakarta pada Selasa ini.

"Untuk ini saja, untuk menghindari penumpukan di kantor saja, untuk antisipasi (penyebaran COVID-19) saja. (Rapat di gedung DPRD) tidak ada. Semua di restoran, tatap muka. Bukan virtual," katanya.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan untuk rapat pada Selasa ini, dilakukan bersama semua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Tempatnya di ruang terbuka tanpa AC dan luas sehingga bisa menjaga jarak. Ini untuk mematuhi protokol COVID-19," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menginspeksi kegiatan pembahasan Pertanggungjawaban Penggunaan APBD (P2APBD) yang digelar Komisi A dan E DPRD DKI Jakarta.

Prasetio mengaku masih menemukan kelalaian penerapan protokol kesehatan. Salah satunya dengan masih hadirnya pihak yang tidak berkepentingan langsung dalam pembahasan.

"Saya meminta pimpinan rapat dan pihak keamanan gedung untuk benar-benar mengidentifikasi peserta rapat yang hadir," ujar Prasetio, Senin (31/8).

Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan ketika ditemukan orang yang tidak berkepentingan, maka pimpinan rapat dan Pamdal berhak untuk meminta yang tidak berkepentingan tersebut untuk keluar.

"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya untuk keluar dari gedung DPRD DKI Jakarta. Kebijakan saya demi kesehatan kita bersama. Tolong disiplin. Lindungi diri, lindungi negeri bersama lawan Covid-19," tuturnya.

Baca juga: Pembukaan kembali Gedung DPRD DKI Jakarta tunggu arahan pimpinanBaca juga: Gedung DPRD DKI dibuka terbatas usai ditutup sepekan

Pewarta: Ricky PrayogaEditor: Edy Sujatmiko Copyright © ANTARA 2020

RN - Udara dingin dan macet membuat anggota DPRD DKI Jakarta pada lelah. Mereka letoy bahkan banyak yang tumbang akibat kelelahan.

"Capek kalau bahas APBD di Puncak, macet dan jauh. Dari pagi sampai malam," keluh anggota Fraksi Gerindra yang namanya enggan disebutkan kepada wartawan, Minggu (15/10) malam.

DPRD DKI Jakarta kerap menggelar rapat anggaran di kawasan Puncak tepatnya Grand Cempaka Resort, Bogor, Jawa Barat. Meskipun disediakan penginapan di resort milik BUMD DKI itu, beberapa anggota Dewan memilih pulang ke Jakarta selepas rapat dalam kondisi lelah,

Keluhan sama diucapkan anggota DPRD lainnya. Rasyidi mendorong agar Sekretariat Dewan DPRD mengevaluasi pelaksanaan rapat anggaran di Puncak, Bogor, Jawa Barat. Dorongan ini menyusul Ketua F-PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono meninggal setelah menghadiri rapat tersebut.

Rasyidi awalnya menjelaskan, selama beberapa hari terakhir, Gembong aktif mengikuti rapat anggaran di Komisi A DPRD DKI Jakarta. Bahkan hampir setiap hari rapat digelar sejak pagi hingga dini hari.

"Rapat badan anggaran (banggar) di Puncak. Semua anggota DPRD itu kan (ikut Banggar) Komisi A, B, C, D, E. Pak Gembong ini Komisi A. Kita semua ini mengejar waktu, (Banggar) ada yang sampai jam 10 (malam), Komisi A itu saya pernah dengar sampai jam 12 malam kan," kata Rasyidi kepada wartawan, Minggu (15/10/2023).

Rasyidi menyebutkan ada beberapa alasan para legislator Kebon Sirih enggan menginap di resort yang disiapkan. Salah satunya karena alasan mistis.

"Kemudian mereka kan pulang ke Jakarta. Jadi kadang-kadang itu kita nggak nginap di atas karena pertama, Grand Cempaka itu masih sedikit dan pohonnya terlalu besar, kemudian orangnya juga enggak banyak sehingga kita kembali ke Jakarta," keluh Rasyidi.

Hampir semua anggota dewan kecapekan. "Apalagi seperti Pak Gembong itu tidak pakai sopir, dia nyetir sendiri kalau saya naik Grab Car. Nyetir sendiri ini kan beliau mungkin kecapekan juga," terang politisi PDIP ini.

Selain disibukkan oleh jadwal rapat anggaran, menurut dia, Gembong disibukkan oleh jadwal reses ke daerah pemilihan (dapil) sehingga Rasyidi meyakini kondisi Gembong pun pasti menurun akibat kelelahan.

"Jadi sampai di rumah beliau ini ada reses juga. Jadi berpacu dalam waktu. Ada harus Rapat Banggar, ada harus reses diselesaikan, sekarang Susperda harus selesaikan. Jadi inilah mungkin Pak Gembong ini kecapekan menurut saya," ucapnya.

Atas hal ini, Rasyidi mendorong agar adanya evaluasi pelaksanaan rapat anggaran di Puncak. Politikus PDIP itu mengaku telah menyampaikan usulan tersebut kepada Plt Sekretaris Dewan DPRD DKI Jakarta Augustinus.

"Jadi menurut saya perlu dievaluasi lagi kalau Rapat Banggar di Grand Cempaka itu, tadi saya sudah sampaikan ke Pak Sekwan supaya tolong dievaluasi lagi karena kita pertama di sana itu bolak-balik, akibat bolak-balik itu," ungkapnya.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono diketahui meninggal dunia di usia 60 tahun. Putra sulung Gembong, Yanwar, mengungkapkan kondisi sang ayah sebelum mengembuskan napas terakhir.

"Terakhir masih kayak biasanya, segar, masih balik pembahasan APBD kemarin masih segar masih sehat. Ya nggak ada gejala sama sekali, nggak nunjukin gejala sama sekali, masih kayak biasanya," kata Yanwar.

Setelah sang ayah pulang dari rapat pembahasan APBD pukul 19.00 WIB, Yanwar mengatakan sang ayah sempat berbincang di dekat rumah. Gembong juga memangkas rambut hingga pulang ke rumah tengah malam.

"Masih nongkrong, sempat potong rambut juga terus balik jam 00.00 WIB abis nongkrong di sekitar rumah, ke rumah mungkin bikin kopi biasanya sebelum tidur ngopi dulu," tuturnya.

Yanwar menyebutkan, saat minum kopi, sang ayah meminta dikerok oleh ibu. Menurutnya, setelah dikerok itulah Gembong mengembuskan napas terakhirnya.

Gedung DPRD DKI Jakarta sebenarnya sudah super mewah. Bangunan yang menghabiskan dana ratusan meliar itu berada di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu rampung pada akhir tahun 2012.

Gedung setinggi 11 lantai itu dibangun tahun 2011 dengan anggaran Rp 500 miliar. Sedangkan Gedung Paripurna baru tahun 2012 direnovasi dengan nilai Rp 180 miliar.

Sementara Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Rany Mauliani menjelaskan alasan rapat anggaran selalu digelar di Puncak, Bogor. Sebab, rapat membutuhkan tempat yang luas karena ramai dihadiri oleh pihak eksekutif dan legislatif.

"Kenapa pilih di Puncak? Karena kita butuh tempat rapat yang besarnya mumpuni sesuai dengan banyaknya mitra masing-masing komisi, kan sama-sama kita bisa lihat ketika rapat dilaksanakan serentak seluruh komisi beserta mitra, butuh space yang besar karena di DPRD tidak cukup," kata Rany kepada wartawan, Minggu (15/10/2023).

Rany juga merespons usulan evaluasi pelaksanaan rapat anggaran di Puncak, Bogor usai Ketua F-PDIP Gembong Warsono meninggal dunia. Menurutnya, tak bisa disimpulkan apabila kepergian politikus PDIP itu karena faktor kelelahan selepas mengikuti rapat di Puncak.

"Sebenarnya kan semua kembali ke pribadi masing-masing untuk bisa mengatur sendiri kesehatan masing-masing, kalau ada faktor kelelahan ya memang pasti lelah, sebenarnya mau dimanapun rapatnya sama-sama lelah," beber Rany.

Rany menambahkan, membahas anggaran pastinya lelah karena banyak yang dibahas. "Banyak item dan lain-lain, maka dari itu kan sebaiknya kita harus bisa mengatur pola kesehatan. Kepergian almarhum enggak bisa juga menyalahkan agenda rapat di Puncak," kilahnya.

Jakarta (ANTARA) - Komisi B (Bidang Perekonomian) dan Komisi C (Bidang Keuangan) DPRD DKI Jakarta tetap menggelar rapat di luar yakni di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta Pusat, meski gedung wakil rakyat itu sudah buka sejak Senin (31/8).

"Iya (ada rapat komisi di Restoran Pulau Dua). Rapat Komisi B dan C, dua-duanya di situ. Untuk pembahasan Raperda pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD DKI Jakarta, Hadameon Aritonang, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Hadameon menyebut pemilihan restoran sebagai tempat rapat komisi dilakukan untuk menghindari penumpukan orang di gedung DPRD DKI Jakarta.

Namun, saat ditanya lebih jauh, pihaknya tidak menjadwalkan rapat di gedung DPRD DKI Jakarta pada Selasa ini.

"Untuk ini saja, untuk menghindari penumpukan di kantor saja, untuk antisipasi (penyebaran COVID-19) saja. (Rapat di gedung DPRD) tidak ada. Semua di restoran, tatap muka. Bukan virtual," katanya.

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz mengatakan untuk rapat pada Selasa ini, dilakukan bersama semua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Tempatnya di ruang terbuka tanpa AC dan luas sehingga bisa menjaga jarak. Ini untuk mematuhi protokol COVID-19," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menginspeksi kegiatan pembahasan Pertanggungjawaban Penggunaan APBD (P2APBD) yang digelar Komisi A dan E DPRD DKI Jakarta.

Prasetio mengaku masih menemukan kelalaian penerapan protokol kesehatan. Salah satunya dengan masih hadirnya pihak yang tidak berkepentingan langsung dalam pembahasan.

"Saya meminta pimpinan rapat dan pihak keamanan gedung untuk benar-benar mengidentifikasi peserta rapat yang hadir," ujar Prasetio, Senin (31/8).

Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan ketika ditemukan orang yang tidak berkepentingan, maka pimpinan rapat dan Pamdal berhak untuk meminta yang tidak berkepentingan tersebut untuk keluar.

"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya untuk keluar dari gedung DPRD DKI Jakarta. Kebijakan saya demi kesehatan kita bersama. Tolong disiplin. Lindungi diri, lindungi negeri bersama lawan Covid-19," tuturnya.